Teacher Learning Centre VS Student Learning Centre


Selamat Siang para Civitas Akademika Telkom University !

Izinkanlah saya berbagi cerita tentang keadaan yang kadang-kadang saya alami ketika sedang mengajar di kelas. Atau mungkin banyak dosen yang mengalami keadaan ini.

Salah satu masalah pendidikan di Perguruan Tinggi yang sering terjadi di Indonesia adalah terdapatnya kesenjangan antara pengetahuan yang dimiliki para mahasiswa dengan sikap dan perilakunya. Banyak mahasiswa yang tahu atau hafal materi perkuliahan, tetapi tidak mampu mengaplikasikan pengetahuannya tersebut bagi peningkatan kualitas kehidupannya. Pengetahuan hanya ‘menyerap’ saja tanpa dapat ‘mengendap’ seolah mahasiswa hanya mengetahui teorinya saja tanpa mengetahui tujuan atau prakteknya untuk apa dalam kehidupan mahasiswa.

Proses pembelajaran yang banyak dipraktekkan sekarang ini, pada Perguruan Tinggi di Indonesia, sebagian besar masih berbentuk Traditional Learning yaitu penyampaian materi secara tatap muka (lecturing) secara searah, artinya mahasiswa tidak aktif dan hanya memperhatikan informasi atau materi perkuliahan yang bersumber dari dosennya saja . Pada saat mengikuti kuliah, mahasiswa akan mengalami kesulitan untuk mengikuti atau menangkap makna esensi dari materi pembelajaran, sehingga kegiatannya sebatas membuat catatan yang kebenarannya diragukan, karena tiap mahasiswa dapat memiliki penafsiran yang berbeda-beda tergantung dari tingkat konsentrasi dan kesiapan pemahaman materi sebelum perkuliahan dilakukan . Kekeliruan persepsi ini bukan semata-mata kesalahan mahasiswa, persepsi tersebut dapat timbul justru dari sikap dosen yang secara tidak sadar telah menciptakan kondisi demikian. Akibatnya, mahasiswa kebanyakan mempunyai perilaku untuk hanya datang, duduk,dengar dan catat (D3C). Catatan kuliah dianggap sumber pengetahuan dan bahkan kalau perlu mahasiswa tidak usah datang ke kuliah tetapi cukup dengan memfotocopy saja catatan mahasiswa yang lain. Karena pendekatan pengendalian proses belajar-mengajar di kelas yang kurang mendukung, banyak mahasiswa yang merasa nyaman menjadi “pendengar yang baik” dan hanya ‘duduk manis saja’ tanpa memberikan interaksi selama di kelas.

Perbaikan untuk model pembelajaran TCL telah banyak dilakukan, antara lain dengan mengkombinasikan lecturing dengan tanya jawab dan pemberian tugas. Pola dengan proses pembelajaran dosen aktif dengan mahasiswa pasif ini efektifitasnya rendah, dan tidak dapat membangkitkan partisipasi aktif dalam pembelajaran. Hal tersebut setidaknya tampak pada 2 hal. Pertama, dosen sering hanya mengejar target waktu untuk menghabiskan materi pembelajaran. Kedua, pada saat-saat mendekati ujian, di mana aktivitas mahasiswa “berburu” catatan maupun literatur kuliah, serta aktivitas belajar mereka mengalami kenaikan yang sangat signifikan, namun turun kembali secara signifikan pula setelah ujian selesai. Akibatnya mutu materi dan proses pembelajaran sangat sulit untuk diases. Dosen menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan menjadi satu-satunya sumber ilmu.

Oleh karena model pembelajaran TCL ditemukan adanya kelemahan, maka sistem tersebut perlu diubah ke arah sistem pembelajaran dengan model Students Centered Learning (SCL). Pada model pembelajaran SCL mahasiswa dituntut aktif mengerjakan tugas dan mendiskusikannya dengan dosen sebagai fasilitator. Dengan aktifnya mahasiswa, maka kreativitas mahasiswa akan tumbuh. Kondisi tersebut akan mendorong dosen untuk selalu mengembangkan dan menyesuaikan materi kuliahnya dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi . Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) yang menyediakan banyak cara untuk mendapatkan informasi sumber belajar, memberikan peluang untuk mengembangkan metode-metode pembelajaran baru secara optimal sehingga mendukung upaya mewujudkan kompentensi yang diharapkan. Kemajuan ICT juga memungkinkan mahasiswa melakukan kegiatan belajar tidak hanya secara formal, tetapi belajar melalui berbagai media atau sumber. Dengan demikian dosen bukan lagi sebagai sumber belajar utama, melainkan sebagai “mitra pembelajaran”.

Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran yang tadinya berpusat pada dosen (teacher/lecturer centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa (student centered) diharapkan dapat mendorong mahasiswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Dalam proses pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa, maka mahasiswa memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam (deep learning), dan pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas mahasiswa.

Semoga bermanfaat !

Referensi : dirangkum dari berbagai macam sumber


Leave a Reply